Shalat Zuhur di Masjid Istiqlal (Jakarta)

Masjid Istiqlal adalah masjid paling besar di Asia Tenggara, dan termasuk masjid terbesar ketiga di dunia dalam hal kapasitas. Sewaktu lebaran kemaren, saya dan keluarga mampir ke sini, ceritanya karena ga ada ide banget mau jalan-jalan ke mana di Jakarta. Males karena khawatir objek wisata pada dipadati pengunjung. Saya ya seneng-seneng aja, sekalian dimasukin ke blog kan, hehehe. Masjid Istiqlal ini berada di sebelah timur laut kawasan Monumen Nasional, berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta, seakan-akan ingin berkata dalam sepi, “Ini lho, kami aja bisa berdampingan dengan damai, masak kalian umat manusia yang merupakan makhluk yang paling dimuliakan Allah aja ga bisa?”

Masjid Istiqlal bisa dibilang memiliki saudara “kembar” di Sarajevo, Bosnia Herzegovina. Di sana, sebuah masjid memiliki nama yang sama karena memang dinamai berdasarkan nama Masjid Istiqlal ini. Masjid ini dibangun atas prakarsa presiden Soeharto saat berkunjung ke sana pada tahun 1995. Oleh karena itu, ada pula orang sana yang menyebut masjid ini dengan nama Masjid Soeharto atau Masjid Indonesia. Di depan Masjid Istiqlal yang asli ini saya berfoto. Doain saya semoga suatu saat bisa berfoto di depan masjid kembarannya itu, hehehe. Sayang, kebersihan di muka Masjid Istiqlal ini kurang terawat. Sampah terlihat di mana-mana. Duh, gimana sih, padahal kan Allah itu bersih dan mencintai kebersihan. Mestinya kita bisa menjaga kebersihan rumah Allah kebanggaan rakyat Indonesia ini.

Karena emang pas banget udah masuk azan Zuhur, kita langsung berwudhu. Dari pintu masuk Al Fattah, satu dari tujuh pintu utama yang diberi nama-nama Allah kayak di Masjidil Haram, alas kaki yang kita bawa bisa dititipin di loket penitipan yang dipisahkan antara pria dan wanita. Jadi, ga perlu membeli plastik yang banyak yang dijajakan di sekitar pintu masuk. Ntar abis dipake sebentar malah jadi sampah. Nah, abis itu kamu bisa berwudhu yang menyebar di semua sisi lantai dasar masjid. Selain itu, di lantai dasar ini ada ruang kantor pengelola masjid, ruang pertemuan, poliklinik, madrasah, perpustakaan, dan lain-lain.

Ruang shalat Masjid Istiqlal yang sering kamu liat di siaran-siaran langsung shalat ied berada di lantai atasnya. Ruangan segi empat luas yang dialasi karpet berwarna merah sumbangan seorang dermawan Arab Saudi ini dihiasi oleh dua belas pilar utama berwarna perak yang bercahaya karena diterpa sinar lampu. Para jamaah pria tampak bergegas mengisi shaf-shaf yang paling depan. Area jamaah perempuan berada di sebelah kiri, dibatasi dengan penyekat setinggi pinggang.

Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulung Agung, seluas 36.980 meter persegi. Di kedua sisi dinding paling depan dihiasi oleh hiasan kaligrafi standar yang ada di hampir setiap masjid, di sebelah kanan ada lafaz Allah dan di sebelah kiri ada lafaz Muhammad. Di tengah-tengah ada mimbar yang berada agak tinggi supaya dapat dilihat oleh para jamaah. Di sebelah kiri atas mimbar, ada kaligrafi bertuliskan kalimat syahadat, “Laa ilaaha illallah, muhammadur rasulullah”, sebuah kalimat yang dibaca minimal sebanyak sembilan kali dalam lima waktu shalat. Sebuah kalimat yang mempersaksikan bahwa hanya Allah-lah yang menjadi sembahan kita dan Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang menyempurnakan semua ajaranNya.

Gedung utama memiliki bentuk persegi dengan lebar dan panjang masing-masing 100 meter dan tinggi 60 meter. Lantai utama dengan keempat lantainya mampu menampung hingga 61 ribu jamaah. Namun setiap waktu shalat tiba, lantai utama hanya terisi beberapa shaf saja. Akibatnya, hanya akses ke lantai kedua saja yang dibuka. Akses menuju lantai ketiga dan lantai keempat ditutup, mungkin hanya dibuka pada saat tertentu di mana jumlah jamaah membludak.

Di tengah-tengah ruangan tergantung sebuah bola disko, eh, ga tau deng ini apaan. Kayaknya sih pengeras suara yang dilingkupi oleh rangka logam berbentuk bola. Tapi yang menarik adalah kubah berwarna emas berdiameter 45 meter, menyimbolkan tahun kemerdekaan kita, yang bagian luarnya dilapisi keramik namun kerangkanya terbuat dari baja anti karat seberat 86 ton. Di sekelilingnya terdapat kaligrafi surat Yassin yang ditulis oleh KH Faiz A.R, seorang khattat senior dari Jawa Timur.

Selepas shalat Zuhur, saya mulai menjelajahi area di sekitar Istiqlal. Ternyata ga cuma saya yang punya ide serupa, pengunjung lain pun demikian. Selain nyalse di koridor masjid, ada pula yang bermain, bersenda gurau dengan anak, istri, dan sanak saudara di teras raksasa seluas 29.800 meter persegi di sebelah selatan gedung utama. Teras bertegel keramik berwarna merah ati ini dapat menampung jamaah pada saat Idul Fitri dan Idul Adha. Kalo gedung utama bisa menampung 61 ribu jamaah, katanya sih selasar ini bisa menampung hingga 50 ribu jamaah.

Di ujung selatan Istiqlal terdapat sebuah menara marmer setinggi 66,66 meter, angka yang mewakili jumlah ayat di dalam Alquran yang kayaknya sih lebih tepat kalo lebih pendek 4,3 meter. Menara ini memiliki tinggi total lebih dari 90 meter dikarenakan adanya menara baja setinggi 30 meter yang memuncaki menara. Dari puncak menara inilah pengeras suara akan mengumandangkan suara azan yang mengingatkan kita bahwa waktu shalat telah masuk, lima kali dalam sehari.

Di koridor yang membelah teras utama rupanya masih ada sisa-sisa Pameran Arsip Arsitektur Masjid Istiqlal yang berlangsung pada tanggal 22-27 Februari 2017 yang lalu. Arsip yang kebanyakan berasal dari dari Arsip Nasional RI (ANRI) dan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) ini menampilkan sejarah pembangunan Masjid Istiqlal, baik berupa foto-foto, surat, artikel koran, dan rancangan arsitektur. Pemancangan tiang pertama dilakukan Soekarno pada tahun 24 Agustus 1961 pada lahan yang dulunya bernama Wilhelminapark. Nama Istiqlal juga dipilihnya dari bahasa Arab yang berarti merdeka. Uniknya, desain Masjid Istiqlal dibuat oleh Friedrich Silaban, seorang arsitek otodidak yang beragama Kristen Protestan, setelah memenangkan sebuah sayembara pada tahun 1955. Sempat tersendat akibat situasi politik, pada tahun 1966 pembangunan masjid kembali dilakukan hingga diresmikan pada tanggal 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.

Sebagai masjid yang menjadi simbol umat Islam Indonesia, Masjid Istiqlal banyak dikunjungi oleh berbagai tokoh penting, di antaranya Bill Clinton, Mahmoud Ahmadinejad, Muammar Gaddafi, Pangeran Charles, Recep Tayyip Erdogan, Kardinal Pietro Parolin, Angela Merkel, dan Raja Salman. Pasca kunjungan Barack Obama pada tahun 2010, makin banyak wisatawan asing yang berkunjung. Mereka biasanya akan dipandu oleh petugas masjid yang akan memberi keterangan mengenai seluk beluk masjid, tentunya dalam bahasa Inggris.

Di koridor tenggara ternyata masih ada juga sisa-sisa Pameran Islam dan Peradaban Nusantara yang berlangsung pada tanggal 14-18 Juni 2017 silam. Masuknya Islam ke Nusantara telah memberi warna baru dalam berbagai tatanan kehidupan dan produk kebudayaan yang meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Berbagai kerajaan Islam berdiri di seluruh penjuru Nusantara, diikuti oleh berbagai partai politik Islam pada era kolonial yang turut membuka jalan bagi persatuan dan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Di koridor sebelah barat daya ada sebuah bedug raksasa berukuran berusia 300 tahun yang terbuat dari kayu pohon meranti merah dari Kalimantan Timur. Dulu, bedug seberat 2.3 ton ini selalu dibunyikan sebelum azan shalat Jumat. Kini bedug ini hanya menjadi hiasan semata dalam rangka melestarikan budaya Islam Nusantara dan fungsinya telah digantikan oleh pengeras suara.

Arsitektur modern Istiqlal yang dibuat oleh F. Silaban memang dipilih oleh Soekarno karena mampu memancarkan aura kemegahan, memadukan arsitektur Indonesia, Timur Tengah, dan Eropa. Arsitektur asli Indonesia diwakili oleh bangunan yang bersifat terbuka serta lokasinya yang dekat dengan pusat pemerintahan, Istana Negara. Arsitektur Timur Tengah diwakili oleh adanya kaligrafi-kaligrafi serta kubah yang memuncaki gedung utama. Sementara arsitektur Eropa diwakili oleh bentuk tiang-tiang panjang dan dinding yang kokoh yang dilapisi oleh marmer putih. Sayang, di beberapa bagian tampak sekali jika marmer-marmer ini sudah kehilangan kemilaunya dan membutuhkan pembersihan dan perawatan yang menyeluruh.

Masjid Istiqlal

Jalan Taman Wijaya Kusuma, Pasar Baru, Jakarta

Click for Google Maps

Tinggalkan komentar