Makan Siang Saoto Bathok Mbah Katro (Sleman)

Nyari kulineran di Jogja? Atau nyari tempat wisata yang menarik di sana? Tinggal klik link-nya!

 

Selepas dari Candi Prambanan, perut rupanya mulai terasa laper lagi. Saya udah menyiapkan rencana untuk mampir makan siang di Saoto Bathok Mbah Katro yang sekitar dua bulan sebelumnya saya gagal ke sana gara-gara datengnya lewat dari jam 4 sore dan mereka udah tutup hingga akhirnya saya mendamparkan diri di Sate Pak Pong. Dari Candi Prambanan, kita ga kembali melewati Jalan Raya Solo-Jogja alih-alih kita melewati jalan-jalan kecil di sebelah utara Prambanan. Jarak sekitar 10 kilometer kita tempuh dalam waktu lebih kurang setengah jam. Kalo lewat jalan raya, bisa jadi kita bertemu macet mengingat lalu lintasnya sedang agak padat karena musim liburan akhir tahun.

Walaupun lokasinya bisa dibilang terpencil, sehingga sering dinobatkan “makan soto dengan suasana pedesaan”, namun pengunjungnya banyak banget lho, bahkan ga jarang mengendarai mobil mewah. Sebuah pemandangan yang kontras mengingat di sekeliling rumah makan hanya ada pesawahan, pekarangan, dan rumah-rumah sederhana. Nama saoto sendiri merupakan sebutan lain untuk soto di daerah Solo. Hanya berjarak sepelemparan batu dari sini, ada Candi Sambisari yang setelah makan saya kunjungi bersama kedua adik saya.

Baru mau masuk, eh kita udah “ditodong” oleh seorang pramusaji. Ternyata di sini sistemnya pesen dulu baru milih tempat duduk. Setelah memesan, kita dikasih papan bertuliskan nomer, supaya mudah dicari oleh pramusaji yang mengantarkan pesanan kita. Menu yang ditawarkan sangat sederhana, hanya ada soto yang penyajian bisa minta dipisah atau dicampurkan dengan nasi, lalu ada beberapa lauk untuk menemani seperti tempe, sate usus, sate telur puyuh, peyek, lempeng, dan kerupuk. Semuanya dibandrol dengan harga yang sangat terjangkau.

Saotho Bathok Mbah Katro mengusung konsep semi outdoor dengan bangunan memanjang yang terbuat dari rangka kayu dan beratapkan lembaran-lembaran seng atau asbes. Pengunjung bisa memilih untuk duduk di meja, eh, di kursi yang ada mejanya, atau lesehan di saung-saung yang tersedia dalam berbagai ukuran. Semuanya ramai dan nyaris ga ada tempat yang kosong sehingga kita kebagian duduk nyaris paling ujung belakang. Sungguh luar biasa mengingat pemiliknya yang memutuskan untuk berhenti bekerja di sebuah hotel ini baru merintis usahanya sekitar dua tahunan.

Seperti telah tergambarkan dari namanya, soto khas Solo disajikan dengan menggunakan batok alias tempurung kelapa berukuran yang berwarna hitam nyaris legam. Suap demi suap soto yang porsinya agak kecil ini masuk ke mulut saya dengan menggunakan sendok bebek logam sederhana. Soto racikan Mbah Katro ini berisi toge segar, cacahan seledri, taburan bawang merah goreng, dan tentunya potongan daging sapi empuk yang nyaris tanpa lemak. Rasa kuah kaldunya yang gurih pas banget buat mengisi perut kita yang udah cukup laper, apalagi jika ditambah perasa jeruk nipis, kecap, atau sambel, dan ditemani tempe, sate usus, dan sate telur puyuh. Kalo merasa seporsi soto ga akan cukup untuk menyumpal perut gentongmu, lebih baik pesan sedari awal biar ga perlu menunggu lama pesanan soto tambahannya dateng.

Saoto Campur IDR 5K
Sate Usus IDR 1K
Sate Telur Puyuh IDR 2K
Tempe IDR 0.5K

 

Saoto Bathok Mbah Katro
Jalan Candi Sambisari No. 6, Kalasan, Sleman
Click for Google Maps

2 pemikiran pada “Makan Siang Saoto Bathok Mbah Katro (Sleman)

Tinggalkan komentar